Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 16 Oktober 2011

Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan

 ASKEP PERILAKU KEKERASAN
1.Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan
defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara
verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan
khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu
marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi
yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang
respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan
prestise yang tidak terpenuhi.
2.1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia
tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.2Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama
untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin
akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya.
3.3Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan
untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
3.Rentang respons marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
3.1.Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
3.2.Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3.3.Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
3.4.Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
3.5.Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
4.Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996, hal
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
5.Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan,
tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah
diantaranya adalah ;
5.1Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan
meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
5.2Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah
nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
5.3Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga,
mengamuk, nada suara keras dan kasar.
6.Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
6.1Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi,
wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta
ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai
reflek yang cepat.
6.2Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien.
6.3Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
6.4Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan
7.Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain : (Maramis, 1998, hal 83)
7.1.Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
7.2.Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
7.3.Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
7.4.Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
7.5.Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
Konsep dasar asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi,
pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta
memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam
pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis,
bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan
masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
1.1.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1.1.1.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat
marah bertambah.
1.1.2.Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan
dan menuntut.
1.1.3.Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah
dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien
marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
1.1.4.Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
1.1.5.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara
singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi :
tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel,
sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
1.2.Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan
oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien
dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
1.3.Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab
sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan
diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses
kehidupan”. (Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
2.1Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3.Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam
melakukan intervensi yang tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
3.1Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat,
ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal,
bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai
dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
2.2Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
3.1Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian
masalah yang konstruktif pula.
3.2Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk
intervensi.
3.3Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
4.1Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
4.2Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
4.3Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
5.1Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
5.2Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
6.1Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
6.2Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
6.3Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan
yang memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif,
latihan manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi
kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
7.1Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
7.2Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
7.3Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
7.4Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
7.5Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
8.1Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
8.2Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan
perilaku klien.
8.3Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
8.4Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
8.5Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
9.1Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ,
haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
9.2Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat
penyembuhan.
3.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan
sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
2.2Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam
hidupnya.
2.3Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
3.1Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
3.2Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
3.3Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
4.1Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang
dimiliki.
4.2Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
4.3Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
4.4Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
5.1Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan
respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
5.2Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.3Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
6.1Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
6.2Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan
harga diri rendah.
6.3Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.
Sumber:
1.Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
2.Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan
Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
3.Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
4.Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta.
5.Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku
kedokteran EGC ; Jakarta.
6.Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
7.Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga,
Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10.WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran
EGC ; Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar