Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Rabu, 19 Oktober 2011

Asuhan Keperawatan Hepatitis C


HEPATITIS C
Apakah hepatitis C itu dan bagaimana menular?
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitisC (HCV). Virus ini dapat mengakibatkan infeksi seumur hidup, sirosishati, kanker hati, kegagalan hati, dan kematian. Belum ada vaksin yang dapat melindungi terhadap HCV, dan diperkirakan 3 persen masyarakat umum di Indonesia terinfeksi
virus ini. Infeksi HCV umum dijumpai diantara orang dengan HIV, dan kegagalan hati disebabkan oleh infeksi HCV sekarang adalah salah satu penyebab utama kematian Odha. Infeksi HCV dapat menyebabkan perjalanan penyakithati lebih cepat pada orang yang juga terinfeksi HIV. Oleh karena ini, beberapa pihak menganggap hepatitis C sebagai infeksi
oportunistik, walaupun infeksi HCV bukan kriteria untuk AIDS.
Pengguna narkoba suntikan (IDU) yang memakai jarum suntik dan alat suntiklain secara bergantian berisiko paling tinggi  terkena infeksi HCV. Antara 50 dan 90 persen IDU dengan HIV juga terinfeksi HCV. Hal ini karena kedua virus menular dengan mudah melalui hubungan darah-ke-darah. HCV dapat menyebar dari darah orang yang terinfeksi yang masuk ke darah orang lain melalui cara yang berikut:
  • Memakai alat suntik (jarum suntik, semprit, dapur, kapas,
    air) secara bergantian;
  • Kecelakaan ketusuk jarum;
  • Luka terbuka atau selaput mukosa (misalnya di dalam mulut,
    vagina, atau dubur); dan
  • Produk darah atau transfusi darah yang tidak diskrining


Berbeda dengan HIV, umumnya dianggap bahwa HCV tidak dapat menular melalui air mani atau cairan vagina kecuali mengandung darah. Ini berarti risiko terinfeksi melalui hubungan seks adalah rendah. Namun masih dapat terjadi, terutama bila berada infeksi menular seksual seperti herpes atau hubungan seks dilakukan dengan cara yang meningkatkan risiko luka pada selaput mukosa atau hubungan darah-ke-darah, misalnya akibat kekerasan. Diusulkan orang denganHCV melakukan seks lebih aman dengan penggunaan kondom untuk melindungi pasangannya. Perempuan dengan HCV mempunyai risiko di bawah 6 persen menularkan virusnya pada bayinya waktu hamil atau saat melahirkan, walaupun risiko ini meningkat bila viralload HCV-nya tinggi.Kemungkinan HCV tidak dapat menular
melalui menyusui. Bila kita belum dites HCV, atau tidak mengetahui apakah kita pernah dites, kita sebaiknya membicarakannya dengan dokter.
Tes HCV sangat disarankan untuk siapa pun yang HIV-positif.


Apakah infeksi HCV mempengaruhi semua secara sama?
Tidak. Bila kita terinfeksi HCV, ini bukan berarti kita akan mengalami penyakit hati.Juga penting dicatat bahwa biasanya diperlukan waktu cukup lama 20 ataupun 30 tahun sebelum HCV akan menyebabkan penyakit hati yang gawat kalaupun ini terjadi. Hanya sebagian kecil orang (paling 25 persen) mengalami gejala saat terinfeksi (infeksi akut). Gejala infeksi hepatitis C akut (bila terjadi) mirip dengan gejala hepatitis A dan B akut kelelahan, nafsu makan kurang, mual, dan sakit kuning. Lebih dari separo
orang yang terinfeksi HCV akan mengalami peningkatanSGPT, tetapi peningkataninitidakmenimbulkangejalayang dapat dirasakan. Banyak orang dapa tmempunyai tingkat SGPT
yang normal namun tetap mempunyai penyakit hati.
Kurang lebih 25 persen orang terinfeksi HCV dapat memberantas virus tersebut dari tubuhnya, biasanya dalam enam bulan. Namun sebagian besar orang(75persen)yang terinfeksi HCV akan berkembang menjadi hepatitis C kronis, dan akan tetap terinfeksi untuk seumur hidup atau sampai ada pengobatan untuk memberantas virusdari tubuhnya. Dengan kata lain, jika 100 orang terinfeksi HCV besok, 25 di antaranya akan memberantas virus tersebut dari tubuhnya dalam enam bulan, dan 75 akan tetap terinfeksi.
Dari 75 orang itu dengan hepatitis C kronis, 30-40 persen akan tetap sehat. Ini berarti bahwa tingkat enzim hatinya akan tetap normal dan mereka tidak akan mengalami penyakit hati karena infeksinya. Namun, virus tersebut masih dapat terdeteksi dalam hati dan darahnya, yang berarti mereka masih dapat menularkan orang lain. Sisa 60-70 persen orang dengan infeksi hepatitis Ckronis akan mengalami gejala penyaki hati, biasanya dalam 15 tahun. Dari jumlah ini, 10-20 orang akan menjadi sirosis - kelainan pada hati akibat fibrosis (munculnya jaringan parut yang berlebihan pada hati) yang luas - dalam 20 tahun setelah terinfeksi.
Walaupun sirosis tidak langsung menjadi gawat, penyakit ini dapat sangat mempengaruhi kemampuan hatiuntuk bekerja semestinya dan meningkatkan risiko terkena kanker hati. Dari 10-20 orang dengan HCV yang menjadisirosis, 2-5orang kemungkinan akan mengalami kegagalan hati dan 1-5 orang akan menjadi kanker hati dalam 25 tahun setelah terinfeksi
dengan HCV. Harus dicatat bahwa angka di atas adalah untuk orang yang hanya terinfeksi dengan HCV. Infeksi dengan HIV dan/atau HBV bersama dengan HCV, atau penggunaan alkohol, dapat mempercepat perjalanan penyakit HCV.

Mengapa hepatitis C berbeda untuk Odha?
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa HIV dapat berdampak negatif pada penyakit HCV. Pertama, jumlah orang dengan HIV yang akan berlanjut menjadi HCV kronis adalah 80-90 persen, dibanding dengan 60-70 persen orang HIV-negatif. Lagi pula, HIV dapat meningkatkan kemungkinan orang
dengan HCV kronis akan menjadi sirosis hati. Seperti dibahas sebelumnya, antara 10-20 orang dari 75 dengan HCV kronis akan menjadi sirosis dalam 20 tahun bila sistem kekebalan tubuhnya sehat. Tetapi 20-30 dari 80-90 Odha dengan HCV kronis kemungkinan akan menjadi sirosis. Infeksi HIV juga dapat mempercepat perjalanan infeksi HCV menjadi sirosis. Pada satu penelitian, orang terinfeksi HIV dan HCV bersama dua kali lipat lebih mungkin menjadi sirosis setelah 13 tahun dibandingkan dengan orang yang hanya
terinfeksiHCV (15 persen versus 6 persen). Hasil serupa ditemukan pada penelitian lain. Orang dengan HIV dan HCV bersama juga lebih mungkin mengalami kegagalan hati yang sering menjadi gawat bila tidak dilakukan pencangkokan hati - dibandingkan dengan orang yang hanya terinfeksi HCV. Pada satu penelitian, orang dengan hemofilia yang terinfeksi dengan kedua virus ternyata 21 kali lipat lebih mungkin meninggal karena kegagalan hati dibandingkan yang hanya terinfeksi HCV.
Satu masalah yang harus dipertimbangkan adalah fungsi hati dan ARV. BanyakARV,termasukproteaseinhibitordan NNRTI (misalnya nevirapine dan efavirenz) dikeluarkan melalui hati. Hal ini dapat menyebabkan masalah untuk orang dengan HIV dan HCV bersamaan. Pertama, hati kita harus
sehat untuk mengeluarkan sisa obat tersebut secara efisien. Jika
HCV merusak hati kita, mungkin kitat idak dapat memakai ARV. Lagi pula, beberapa obatyangdipakaiuntukmengobati HIV juga dapat menyebabkan kerusakan pada hati, bahkan pada orang yang tidak terinfeksi HCV. Sebaliknya,beberapa ARV dapat memperburuk atau mempercepat penyakit hati akibat HCV.

Apakah gejala hepatitis C?
Seperti dibahas di atas, hanya satu dari empat orang mengalami gejala saat pertama terinfeksi hepatitis C. Banyak orang dengan hepatitis C kronis juga tidak mengalami gejala penyakit hati. Artinya, mereka tidak merasa atau kelihatan sakit. Bila terjadi, gejala biasanya ringan, tidak sangat khusus, cenderung bersifat sementara, dan mirip dengan gejala yang dialami dengan
hepatitis C akut. Bila infeksi HCV menyebabkan kerusakan yang parah pada hati dan atau sirosis, gejala bisa terjadi atau memburuk. Selain
kelelahan, gejala ini dapat termasuk hilang nafsu makan, mual, sakit kepala, demam, muntah, sakit kuning, kehilangan berat badan, gatal, depresi, suasana hati berubah-ubah, bingung, sakit pada otot dan sendi, sakit perut, dan pembengkakan pada pergelangan kaki dan perut membuncit.

Bagaimana mengenai tes laboratorium?
Ada tes laboratorium untuk mendiagnosis infeksi HCV dan tes laboratorium untuk memantau orang dengan HCV.TesAntibodi HCV: Mendiagnosis infeksi HCV mulai dengan tes antibodi, serupa dengan tes yang dilakukan untuk diagnosis infeksi HIV. Antibodi terhadap HCV biasanya dapat dideteksi dalam darah dalam enam atau tujuh minggu setelah virus
tersebut masuk ke tubuh, walaupun kadang kala untuk beberapa orang dibutuhkan tiga bulan atau lebih. Bila tes antibodi HCV positif, tes ulang biasanya dilakukan untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau tes PCR.
Bila kita tes positif untuk antibodi terhadap HCV, ini berarti kita pernah terpajanoleh virus tersebut pada suatu waktu. Karena kurang lebih 20 persen orang yangterinfeksiHCV sembuh tanpa memakai obat, biasanya dalam enam bulan setelah terinfeksi, langkah berikut adalah untuk mencari virus
dalam darah.
Tes Viral Load HCV: Untuk mencari HCV, dokter kita mungkin meminta tes PCR kualitatif untuk menentukan adanya virus hepatitis C di darah kita. Dokter juga dapat meminta tes PCR kuantitatif - mirip dengan tes yang dipakai untuk mengukur viral load HIV - untuk mengetahui apakah ada HCV dan menentukan viral load HCV kita.
Tes viral load ini adalah tes laboratorium yang sangat penting.
Berbeda dengan tes viral load untuk HIV, yang dapat
membantu meramalkan cepat-lambatnya perjalanan penyakit menuju AIDS, tes viral loadHCV tidak dapat menentukan bila atau kapan seseorang dengan hepatitis C akan menjadi sirosis atau gagal hati. Namun viral load HCV dapat membantu meramalkan keberhasilan pengobatan. Sebagai petunjuk praktis,
semakin rendah viral load HCV, semakin mungkin kita berhasil
dalampengobatanuntukHCV.TesviralloadHCVjuga terpakai pada waktu kita dalam pengobatan untuk menentukan
apakah terapi berhasil.
          Kemungkinan kita akan menjadi sirosis atau gagal hati tidak dipengaruhi oleh genotipe, dan genotype juga tidak mempengaruhi apakah masalah ini akan terjadi cepat atau lambat. Dengan kata lain, genotipe HCV tampaknya tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun genotipe
mempengaruhi keberhasilan pengobatan - genotipe 1 dan 4
paling sulit diobati, sementara pengobatan jauh lebih berhasil
untuk genotipe 2 dan 3, biasanya juga dalam waktu yang lebih singkat. Sayangnya, HCV genotipe 1 tampaknya paling umum di antara orang dengan HIV; di AS, kuranglebih 75 persen infeksi HCV pada Odha adalah genotipe 1, dan tampaknya keadaan di Indonesia tidak jauh berbeda.
          Bila kita mengetahui genotipe HCV kita, ini akan membantu
dokter kita menentukan pendekatan yang terbaik untuk mengobatinya bila dibutuhkan.Hal ini dapat termasuk keputusan mengenai obat yang terbaik serta lamanya pengobatan.
          Tes Enzim Hati:Seperti dengan hepatitis A dan B, enzim hati
yang paling penting dipantau adalah SGPT dan SGOT. Pada kurang lebih dua pertiga orang dengan hepatitis C kronis, tingkat SGPT terus-menerus tinggi, dan hal ini menunjukkan pengrusakan terus-menerus pada sel hati. Namun untk sepertiga orang dengan hepatitis C kronis, tingkat SGPT tetap normal.
Banyak di antara orang ini akan hidup dengan infeksi HCV tanpa
masalah apapun pada hati. Tetapi sebagian orang ini dengan tingkat SGPT yang normal bahkan rendah dapat mengalami kerusakan pada hati yang terjadi pelan-pelan. Tingkat SGOT juga sering tinggi pada orang dengan hepatitis C kronis. Namun tingkat SGOT biasanya lebih rendah daripada tingkat SGPT. Bila sirosis terjadi, tingkat SGOT dapat naik di atas tingkat SGPT -
ini tanda bahwa kerusakan hati bertambah buruk.
         
          Biopsi Hati: Viral load HCV dan pemeriksaan enzim hati adalah tes yang sangat berguna. Namun, tes ini tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan pada hati oleh infeksi HCV, dan bila ada, berat kerusakan tersebut. Untuk menentukan ini, biopsi hati sering dibutuhkan, terutama untuk mengetahui kapan sebaiknya memulai terapi..

Bagiamana hepatitis C diobati?
Pertanyaan pertama yang muncul adalah: bagaimana saya dapat mengetahui waktu untuk memulai terapi? Umumnya, pedoman di AS mengusulkan agar terapi dimulai sebelum terjadinya sirosis - ini dapat ditentukan melalui biopsi hati - tetapi hanya untuk orang yang dianggap berisiko tinggi menjadi sirosis pada waktu yang akan datang. Ini termasuk orang dengan semua persyaratan berikut:
  • SGPT yang tinggi;
  • Viral load HCV yang terdeteksi;
  • Biopsi hati yang menunjukkan tanda fibrosis yang sedang
    atau berat, radang, atau nekrosis (kematian sel); dan
    Tidak ada kontraindikasi pengobatan

          Bila kriteria ini dipenuhi, seorang pasien sebaiknya ditawarkan pengobatan, tidak peduli adanya atau tiadanya gejala, genotipe HCV, atau tingginya viral load HCV.Sebaiknya dokter dan pasien berdiskusi bersama untuk mengambil keputusan untuk memulai pengobatan:
  • Hasil SGPT yang normal, walaupun HCV terdeteksi dengan
    PCR (pengobatan mungkin belum dibutuhkan);
  • Pencangkokan hati sebelumnya;
  • Masalah ginjal;
  • Penggunaan narkoba atau alkohol secara aktif;
    Riwayat masalah yang mungkin mengganggu keamanan atau
    keefektifan terapi, misalnya depresi parah yang belum
    diobati (yang dapat diperburuk oleh interferon-alfa, obat
    yang baku untuk hepatitis C).
  • Pengobatan tidak boleh dimulai dalam keadaan berikut:
    Penyakit hati yang parah misalnya sirosis dekompensasi,
    yaitu bila hati tidak lagi mampu mengkompensasi kerusakan
    yang dialami (pencangkokan hati mungkin pilihan terbaik
    dalam keadaan ini);
  • Pencangkokan ginjal atau jantung sebelumnya;   Perempuan yang hamil;
  • Perempuan yang tidak mampu atau sanggup memakai KB
    (terapi hepatitis C dapat menyebabkan cacat lahir yang
    berat).



Untuk orang yang terinfeksi dengan HIV dan HCV bersamaan,
ada faktor lain yang harus dipertimbangkan saat menentukan
apakah dan kapan mulai terapi HCV. Adalah sangat penting
agar orang yang terinfeksi kedua virus ini untuk berdiskusi
dengan dokternya. Masalah yang harus dipertimbangkan  
termasuk:
  • Orang dengan HIV dan HCV dapat menjadi sirosis atau
    gagal hati lebih cepat dibandingkan orang yang hanya
    terinfeksi HCV. Sebaliknya, beberapa ahli hati mengusulkan

  • pengobatan, walaupun biopsi menunjukkan tanda fibrosis
    ringan, radang, dan nekrosis (daripada tanda fibrosis sedang
    atau berat pada orang hanya dengan hepatitis C).
     HCV dapat meningkatkan risiko kerusakan hati, yang dapat
    mengganggu pengeluaran beberapa sisa obatARV tertentu..
    Seorang terinfeksi HIV dan HCV lebih mungkin
    mendapatkan manfaat dari terapi HCV waktu sistem
    kekebalan masih baik (misalnya waktu jumlah CD4 tinggi
    dan viral load HIV rendah). Oleh karena ini, beberapa ahli
    hati mengusulkan terapi lebih dini untuk HCV, sebelum
    ART dibutuhkan.
  • ARV dapat menyebabkan efek samping pada hati yang dapat
    memperburuk hepatitis C. Beberapa ahli hati mengusulkan
    terapi HCV untuk mengurangi kemungkinan hepatitis C
    akan menyebabkan kerusakan (tambahan) pada hati saat
    ART dimulai.
Satu strategi pengobatan yang diusulkan untuk infeksi HCV bersamaan dengan HIV oleh para ahli di Australia adalah  berikut:


Kerusakan hati   Kerusakan hati       Kerusakan hati
ringan1                        sedang2                            berat3
CD4       Terapi HCV:      Terapi HCV:          Terapi HCV:
>500                               (genotipe 2,3)        (genotipe 1,2,3,4)
(genotipe 1,4)
CD4       Terapi HCV:      Terapi HCV:          Terapi HCV:
200-500  ART:                 (genotipe 2,3)        (genotipe 1,2,3,4)
(genotipe 1,4)    /   ART:
ART:
CD4       Terapi HCV:      Terapi HCV:          Terapi HCV: ?
<200       ART:                 ART:                     ART:
Catatan:
1 Aktivitas rendah (SGPT tetap normal/tidak ada fibrosis hati)
2 Aktivitas sedang/tahap awal (tingkat SGPT abnormal/fibrosis hati minimal) 3 Penyakit hati lanjutan (fibrosis hati sedang-parah, atau sirosis yang
dikompensasi, dengan profil pembekuan dan albumin normal)
                     Disesuaikan dari: Coinfection: HIV & Viral Hepatitis; Dore & Sasadeusz, ASHM 2003

          Paling penting, memutuskan apakah dan kapan mulai terapi
adalah keputusan pribadi dan ketersediaan dana - terapi HCV
masih sangat mahal, dan tingkat suksenya dapat terbatas. Tidak
perlu selalu memperhatikan pedoman, keputusan tergantung
pada kita dan dokter untuk menyakinkan apa yang terbaik
untuk kita, berdasarkan pikiran kita, keprihatinan kita, dan
keadaan kita.
          Keberhasilan terapi sering dinilai setelah tiga bulan pengobatan. Bila viral load HCV-nya tidak menurun secara bermakna, terapi sering dihentikan karena ini menunjukkan bahwa mereka kemungkinan tidak akan mencapai SR. Beberapa orang melakukan terapi lebih dari satu kali bila mereka tidak
mencapai SR pada pengobatan pertama. Kemungkinan keberhasilan terapi kedua atau ketiga relatif rendah, terapi ulang terbukti berhasil untuk beberapa orang saja. Dan beberapa orang memakai interferon dosis rendah sebagai “terapi rumatan” setelah terapi utama.

Apakah hepatitis C dapat disembuhkan?
Umumnya, keberhasilan pengobatan ditentukan oleh dua
kriteria: pada saat pengobatan baru selesai, yang disebut sebagai end-of-treatment response (ETR/ respon pada akhir terapi); dan enam bulan setelah pengobatan selesai,yang disebut sebagai sustained response (SR/respon bertahan).Tesyangpaling penting adalah tes enzim hati dan viral load HCV. Bila enzim hati kita kembali normal dan viral load HCV kita tidak
terdeteksi pada akhir terapi, kita dianggap mempunyai ETR efektif. Bila tingkat enzim hati kita tetap normal dan viral load HCV kita tetap tidak terdeteksi enam bulan setelah selesai terapi, kita dianggap mempunyai SR efektif.
Bila kita tidak lagi diobati untuk hepatitis C dan enzim hati kita normal serta viral load kita tidak terdeteksi, bukankah ini berarti kita sembuh? Beberapa ahli hati jawab “ya, ini adalah penyembuhan” - sebagian yang sangat besar orang yang mencapai SR sebagai hasil dari terapi dapat mempunyai hati yang sehat bertahun-tahun. Namun beberapa ahli lain
mengatakan bahwa sebagian besar pasien yang mencapai SR masih mempunyai sisa-sisa HCV dalam hatinya yang dapat, lambat laun, menjadi aktif kembali. Waktu akan membuktikan mana yang benar. Karena HCV baru ditemukan pada 1988, pengetahuan kita mengenai manfaat terapi dan apa yang dapat kita harapkan masih kurang. Namun, ETR dianggap respon yang baikterhadapterapidanSR dianggap respon yang sangat baik. Kedua respon ini mencerminkan perbaikan pada hati yang menyelamatkan jiwa dan meningkatkan mutu hidup. Tetapi, bagaimana kita dengan hepatitis C yang tidak mencapai ETR atau SR setelah terapi? Menurut beberapa penelitian baru, terapi masih menawarkan banyak manfaat pada orang dengan
hepatitis C yang tidak mencapai salah satu respon diatas.
Walaupun kita hanya mengalami sedikit perbaikan pada tingkat
enzim hati atau penurunan yang tidak begitu besar pada viral
load HCV-nya - atau pun hasil tersebut menjadi lebih jelek
setelah respon yang baik pada awal terapi - tetapi biasanya ada
manfaat jangka panjang untuk hatinya. Para peneliti sedang
melakukan penelitian untuk menentukan manfaat ini mempengaruhi kelanjutan hidup yang lebih lama dan sehat.

Pengobatan apa yang tersedia untuk hepatitis C?
Hingga 1998, satu-satunya obat yang tersedia untuk hepatitis C adalah interferon-alfa, versi sintetis (buatan manusia) sebuah protein yang mempunyai sifatantivirusdanmeningkatkan kekebalan. Keefektifan obat ini berkaitan dengan ETR dan SR tidak begitu besar tetapi mempunyai sejumlah efek samping yang sering cukup buruk. Walaupun interferon kadang kala dipakai sampai sekarang, versi yang lebih efektif sudah tersedia. Pegylated interferon (Pegasys, Peg-Intron) mengandung butir polietalen glikol yang sangat kecil terikat pada molekul interferon, yang menyebabkan obat di darah lebih lama. Ini memungkinkan suntikan seminggu sekali (interferon biasa harus disuntik setiap hari atau tiga kali seminggu). Lagi pula, dengan pegylated interferon, tingkat obat dalam darah lebih tinggi dan bertahan lebih lama,dan oleh karena ini obatnya lebih efektif terhadap HCV. Walaupun efek samping pegylated interferon serupa dengan interferon biasa, manfaat pengobatan lebih jelas.
Obat antiviral yang kedua, ribavirin, disetujui untuk dipakai
dalam kombinasi dengan interferon sebagai pengobatan untuk
hepatitis C. Obat ini meningkatkan kemungkinan mencapai ETR dan SR bila digabungkan dengan interferon biasa atau pegylated interferon. Terapi kombinasi dengan ribavirin dan pegylated interferon menjadi pengobatan HCV yang terpilih saat ini.  Berikut adalah rincian mengenai obat-obatan ini:

Interferon-alfa: Bila dipakai sendiri, tanpa ribavirin, dosis yang dipakai adalah 3 juta satuan (MU), tiga kali seminggu, disuntik di bawah kulit. Terapi ini diteruskan selama satu tahun. Catatan: terapi tunggal dengan interferon biasa ini disarankan tidak dipakai lagi. Hanya 10-20 persen orang yang hanya memakai interferon-alfa mencapai SR - viral load yang tidak terdeteksi enam bulan setelah terapi selesai. Hasilnya serupa dengan orang
dengan hepatitis C yang HIV-positif maupun HIV-negatif.
Efek samping interferon-alfa adalah umum, walaupun beratnya berbeda-beda. Efek samping ini terjadi baik dengan interferon biasa maupun pegylated interferon, dan dapat termasuk:
  • Kelelahan
  • Sakit sendi atau otot
  • Demam ringan dan/atau panas dingin   Sakit kepala
  • Gatal-gatal pada tempat suntikan   Hilang berat badan
  • Darah merah dan putih menurun
  • Kehilangan rambut yang ringan tetapi dapat pulih   Lekas marah
  • Depresi
  • Rasa ingin bunuh diri (jarang)

Efek samping ini cenderung lebih berat pada minggu-minggu
pertama terapi, terutama setelah suntikan pertama, tetapi biasanya semakin berkurang dengan waktu. Suntikan interferon pada malam mungkin mengurangi efek samping karena terjadi waktu tidur. Ibuprofen dapat mengurangi efek samping seperti gejala flu, dan antidepresi dapat membantu
mengurangi depresi bila bersifat terus-menerus.
Pegylated Interferon: Bila dipakai sendiri (bukan dalam kombinasi), pengobatan disarankan diberikan selama satu tahun. Dosis yang dipakai tergantung pada versi yang dipakai. Versi dengan nama merek Peg-Intron (dari Schering-Plough) berbeda-beda tergantung pada berat badan,
sementara untuk Pegasys (dari Roche), dosis tetap sama
untuk semua orang. Pegylated interferon disuntik dibawah kulit sekali seminggu.
Dengan penggunaan pegylated interferon sendiri, 25-40 persen orang dengan hepatitis C kronis (tetapi bukan bersama dengan HIV) mencapai SR. Tes enzim hati dan viral load HCV membaik untuk beberapa orang dengan sirosis dekompensasi - bentuk penyakit lanjut pada hati yang tidak
biasanya diobati dengan interferon-alfa yang biasa. Pernah
dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa pegylated
interferon sama efektif pada Odha dengan hepatitis C kronis.
Efek samping pegylated interferon serupa dengan interferon biasa, dan cara yang sama dapat dipakai untuk menanganinya.

          Ribavirin: Ribavirin harus dipakai dalam kombinasi dengan
interferon-alfa biasa atau pegylated interferon - obat ini tidak
efektif terhadap hepatitis C bila dipakai sendiri. Ribavirin diminum dua kali sehari, dan dosis berkisar dari 800mg hingga 1.200mg per hari tergantung pada genotipe HCV dan berat badan.
          Selain efek samping terkait interferon, ribavirin dapat menyebabkan anemia( kurang darah merah),gatal-gatal, ruam, hidung mampet, dan batuk. Anemia dapat berat dan kadang kala harus diobati - cara terbaik adalah dengan eritropoetin, tetapi obat ini sulit didapatkan di Indonesia dan
harganyasangatmahal, jadi seringkali harus dilakukan transfusi darah. Ribavirin juga dapat menyebabkan cacat bawaan yang berat. Perempuan harus hati-hati agar tidak menjadi hamil saat dirinya atau pasangan seksualnya memakai ribavirin atau enam bulan setelah berhenti memakainya. Baik perempuan maupun laki-laki sebaiknya
memakai KB waktu memakai ribavirin dan untuk enam bulan kemudian. Bila mungkin, ribavirin sebaiknya tidak dipakai bersama dengan ARV seperti ddIataud4T.Efek samping tertentu dari obat ini lebih mungkin terjadi bila dipakai bersama dengan ribavirin.Berdasarkan penelitian pada orang dengan HC (tetapibukandenganHIV), lamanya terapi kombinasi interferon dengan ribavirin tergantung pada genotipe HCV. Dengan genotipe 2 atau 3, terapi biasanya dibutuhkan selama enam bulan. Dengan genotipe 1, terapi harus dilanjutkan selama satu tahun.
Sayangnya, hanya ada sedikit informasi dari uji coba klinis yang melibatkan Odha dengan HCV. Oleh karena itu, adalah sulit untuk meyakinkan apakah lamanya terapi sama untuk orang yang terinfeksi HIV bersamaan dengan HCV , dan banyak ahli hati mengusulkan agar orang tersebut melanjutkan terapi sedikitnya untuk satu tahun, apa pun genotipenya.
Juga diketahui dari penelitian yang melibatkan orang terinfeksi
HCV (tetapi bukan HIV) bahwa keefektifan terapi kombinasi
interferon dan ribavirin tegantung pada jenis interferon-alfa
yang dipakai. Bila dipakai interferon biasa bersama dengan
ribavirin, 35-45 persen orang mencapai SR. Dengan pegylated
interferon dan ribavirin, SR di atas 50 persen terlihat pada dua
penelitian. Antara 42-46 persen peserta pada penelitian ini
dengan genotipe 1 mencapai SR, sementara 76-82 persen dengan
genotipe 2 atau 3 mencapai SR. Sekali lagi, harus ditekankan
bahwa penelitian ini hanya melibatkan orang dengan HCV dan
tanpa HIV.
Hasil awal dari penelitian yang melibatkan orang terinfeksi HCV dan HIV menunjukkan bahwa reaksi terhadap interferon (baik biasa maupun pegylated) dalam kombinasi dengan ribavirin adalah lebih rendah dan efek sampingseringlebih buruk. Untuk meningkatkan kemungkinan mencapai SR pada orang terinfeksi HIV dan HCV bersama - terutama dengan
HCV genotipe1, beberapa dokter meneruskan terapi interferon/ribavirin selama 18 bulan, bahkan lebih.
Biasanya tidak lebih dari 20 persen orang terinfeksi HIV dan juga HCV mencapai SR dengan interferon biasa serta ribavirin.Dengan pegylated interferon, angka pencapaian SR keseluruhan adalah 27-40 persen pada tiga ujicoba klinis yang sudah dilaporkan (penelitian AS ACTG A5071, penelitian
internasional APRICOT, dan penelitian Perancis RIBAVIC).
Angka pencapaian SR berbeda- beda, tergantung pada genotipe HCV yang diobati. Dalam penelitian tersebut (pegylated interferon serta ribavirin), 44-73 persen orang dengan HIV dan HCV genotipe 2 atau 3 mencapai SR, dibandingkan dengan hanya 14-29 persen dengan genotipe 1.
Faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan SR
(berdasarkan penelitian terhadap orang dengan HCV tetapi tidak HIV) termasuk: hepatitis virus dan HIV

Paling mungkin:
  • genotipe 2 atau 3
  • viral load HCV yang rendah waktu mulai terapi (di bawah 2
    juta kopi atau 600.000-800.000 IU)
  • Mungkin
  • usia di bawah 40 tahun
  • perempuan sebelum mati haid
  • hanya sedikit fibrosis
  • tidak ada sirosis
  • body mass index yang rendah (tidak gemuk)

Belum jelas pengaruh faktor diatas berlaku juga untuk Odha dengan HCV.Ada banyak obat masih bersifat percobaan yang sedang diteliti untuk mengobati hepatitis C kronis, termasuk: obat penghalang ikatan HCV pada sel hati; obat yang melawan enzim yang  membantu perkembangan HCV; dan obat untuk memperkuatkan respon sistem kekebalan tubuh terhadap HCV.
Karena depresi sangat umum pada saat memakai terapi HCV atau setelahnya, orang yang mempertimbangkan terapi interferon mungkin sebaiknya membentuk jaringan dukungan sebelumnya, misalnya dari seorang psikiater/psikolog dan/atau kelompok dukungan.
Bagaimana hepatitis C dapat dicegah?
          Dengan tiadanya vaksin terhadap hepatitis C, cara terbaik
untuk mencegah infeksi adalah untuk mengurangi risiko kita
tersentuh oleh darah orang lain. Hal ini juga berlaku untuk orang yang sudah terinfeksi HCV, agar menghindari penularan pada orang lain. Dan walaupun kita di antara yang beruntung
karena sistem kekebalan kita sudah memberantas virus dari tubuh kita setelah kita tertular, atau yang mencapai SR setelah terapi HCV, kita dapat terinfeksi ulang dengan HCV. Berbeda
dengan antibodi terhadap hepatitis A dan B, antibodi terhadap hepatitis C TIDAK melindungi kita dari infeksi ulang HCV selanjutnya.
          Cara terbaik untuk menghindari faktor risiko terbesar terhadap
penularan HCV adalah untuk menghentikan penggunaan
narkoba suntikan – atau tidak mulai. Namun ini tidak realistis untuk semuanya. Jika kita tetap menyuntik narkoba,kita selalu harus memakai alat suntik dan pelengkap baru dan suci hama, termasuk jarum suntik, semprit (insul), dapur, kapas, dan air,
setiap kali kita menyuntik. Jangan memakai alat tersebut bergantian. Bila kita harus membagi narkoba,membaginya waktu kering (masih berbentuk serbuk), atau pakai semprit baru dan suci hama untuk membaginya. Jangan mengisi larutan narkoba pada semprit orang lain, dan tentukan daerah suntikan adalah bersih. Menghindari hubungan dengan darah orang lain.
          Jangan memakai sikat gigi, alat cukur, pemotong kuku, atau alat lain yang mungkin terkena darah secara bergantian. Bila ingin dilakukan tato atau tindikan lain, pastikan dilakukan oleh ahli yang dapat dipercaya, dan dengan cara yang bersih, termasuk alat yang suci hama/sekali pakai.
Walaupun HCV tidak menular secara efisien melalui hubungan seks, sebaik nya kita memakai kondom untuk mengurangi risiko.







MELINDUNGI HATI
Walaupun hepatitis virus merusak hati kita jelas kita ingin agar hati tetap dilindungi, jadi sebaiknya kita membicarakannya dengan dokter, dan mempertimbangkan yang berikut:
  • Minta divaksinasikan terhadap hepatitis A dan B bila belum
  • ada antibodi terhadapnya.
  • Jangan memakai alat bergantian: alat dan perlengkap suntikan, termasuk jarum, semprit, sendok, kapas, air, sedotan; sikat gigi, alat cukur, alat kuku, benda lain yang dapat menahan darah.
  • Coba mengurangi atau menghentikan penggunaan alkohol.
    Alkohol meningkatkan risiko menjadi sirosis dan kanker
    hati secara bermakna.
  • Bila kita mempunyai HBV atau HCV kronis, kita sebaiknya mencari dokter yang memahami hepatitis virus. Bila kita mempertimbangkan terapi, yang terbaik adalah pendekatan tim, termasuk spesialis hati, spesialis HIV atau penyakit dalam, dan psikiater.
  • Periksa ke dokter secara berkala, termasuk pemeriksaan
    enzim hati. Catat hasil tes yang penting - enzim hati, viral
    load, genotipe.
  • Makan diet yang seimbang dengan sayuran segar, buah-
    buahan, buncis, daging tidak berlemak.
  • Kurangi makanan dengan kandungan garam, gula atau lemak
    yang tinggi: keju, makanan cepat, gorengan, dan makanan
    dikelola (biskuit, kue, makanan kemas dengan kadaluwarsa
    panjang, makanan instan).
  • Makan protein secara seimbang - kelebihan protein dapat menambah tekanan pada hati.
  • Minum banyak cairan - terutama air - untuk membilas racun dari tubuhnya.
  • Berolahraga teratur dan membuat rencana untuk mengurangi stres.
  • Asetaminofen (obat penawar rasa sakit non-aspirin), terutama dengan dosis tinggi (2.000mg per hari), dapat meracuni hati. Asetaminofen dikandungkan dalam banyak macam obat, jadi baca etiket dengan seksama. Asetaminofen dan alkohol bersama dapat menyebabkan kerusakan hati yang berat.
  • Hindari vitamin A, D, E dan K dengan dosis tinggi.
  • Rempah dan jamu yang kadang kala dipakai untukmeningkatkan kesehatan hati termasuk: milk thystle (silymarin), temu lawak, astralagus, dandelion, bupleuru, bawang putih, akar likoris, artichoke, asem tioktik (alfalipoik), dan ginkgo biloba. Semua zat, termasuk jamu, dapat menyebabkan efek samping dan dapat berinteraksi dengan obat lain yang dipakai, termasuk ARV.
  • Hindari rempah yang diketahui meracuni hati: peppermint,
    mistletoe, teh yerba, sassafras, germander, chaparral, skull cap,
    pala, valerian, Jin Bu Juan, comfrey (teh bush), pennyroyal,
    dan tansy ragwortsenna.
  • Jangan memakai tambahan zat besi kecuali diusulkan olehdokter - zat besi berlebihan dapat menambah beban pada hati

0 komentar:

Posting Komentar