Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sabtu, 15 Oktober 2011

Asuhan Keperawatan Cushing Sindrom

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas
zona glomerulosa, fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa
mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh mekanisme renin-angiotensin
dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan retikularis
mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh
hipofisis melalui ACTH. Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1)
faktor pelepas kortikotropin hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol.
Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan hormon-hormon tersebut
baik berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan
menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol
berlebih.
1
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Cushing Sindrom
Harvey cushing pada tahun 1932 menggambarkan suatu keadaan yang
disebabkan oleh adenoma sel-sel basofil hipofisis. Keadaan ini disebut
“penyakit cushing”.
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang
menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena
pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid. (Sylvia A.
Price; Patofisiolgi, hal. 1088)
Syndrome cushing gambaran klinis yang timbul akibat peningkatan
glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen).
(Wiliam F. Ganang , Fisiologi Kedokteran, Hal 364).
Syndrome cushing disebabkan oleh sekret berlebihan steroid
adrenokortial terutama kortisol. (IDI). Edisi III Jilid I, hal 826).
Syndrome cuhsing akibat rumatan dari kadar kortisol darah yang tinggi
secara abnormal karena hiperfungsi korteks adrenal. (Ilmu Kesehatan Anak,
Edisi 15 Hal 1979).
2.2 Etiologi
Sindroma cushing dapat disebabkan oleh :
1. Meningginya kadar ACTH ( tidak selalu karena adenoma sel basofil
hipofisis).
2. Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di luar hipofisis, misalnya
tumor paru, pankreas yang mengeluarkan “ACTH like substance”.
3. Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.
4. Iatrogenik.
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik.
Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan
2
kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen
antiinflamasi.
2.3 Manifestasi Klinis
Dapat digolongkan menurut faal hormon korteks adrenal yaitu :
cortisol, 17 ketosteroid, aldosteron dan estrogen.
1. Gejala hipersekresi kortisol (hiperkortisisme) yaitu :
a. Obesitas yang sentrifetal dan “moon face”.
b. Kulit tipis sehingga muka tampak merah, timbul strie dan
ekimosis.
c. Otot-otot mengecil karena efek katabolisme protein.
d. Osteoporosis yang dapat menimbulkan fraktur kompresi dan
kifosis.
e. Aterosklerosis yang menimbulkan hipertensi.
f. Diabetes melitus.
g. Alkalosis, hipokalemia dan hipokloremia.
2. Gejala hipersekresi 17 ketosteroid :
a. Hirsutisme ( wanita menyerupai laki-laki ).
b. Suara dalam.
c. Timbul akne.
d. Amenore atau impotensi.
e. Pembesaran klitoris.
f. Otot-otot bertambah (maskulinisasi)
3. Gejala hipersekresi aldosteron.
a. Hipertensi.
b. Hipokalemia.
c. Hipernatremia.
d. Diabetes insipidus nefrogenik.
e. Edema (jarang)
f. Volume plasma bertambah
Bila gejala ini yang menyolok, terutama 2 gejala pertama, disebut
penyakit Conn atau hiperaldosteronisme primer.
3
4. Gejala hipersekresi estrogen (jarang)
Pada sindrom cushing yang paling karakteristik adalah gejala
hipersekresi kortisol, kadang-kadang bercampur gejala-gejala lain.
Umumnya mulainya penyakit ini tidak jelas diketahui, gejala pertama ialah
penambahan berat badan. Sering disertai gejala psikis sampai psikosis.
Penyakit ini hilang timbul, kemudian terjadi kelemahan, mudah infeksi,
timbul ulkus peptikum dan mungkin fraktur vertebra. Kematian
disebabkan oleh kelemahan umum, penyakit serebrovaskuler (CVD) dan
jarang-jarang oleh koma diabetikum.
2.4 Klasifikasi
Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis:
1. Tergantung ACTH
Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi
ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula
dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini
disebut juga sebagai penyakit cushing.
2. Tak tergantung ACTH
Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat
bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas
apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan
pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh
neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091).
2.5 Komplikasi
· Krisis Addisonia
· Efek yang merugikan pada aktivitas koreksi adrenal
· Patah tulang akibat osteoporosis
2.6 Diagnosis pembanding
4
Diagnosis klinis dapat dibuat bila terdapat tiga atau lebih dari tandatanda
dibawah ini :
1. Kelelahan yang hebat dan otot-otot yang kecil
2. Obesitas sentripetal dan penghentian pertumbuhan.
3. Strie yang kemerah-merahan.
4. Ekhimosis tanpa kelainan trombosit.
5. Hipertensi.
6. Osteoporosis.
7. Diabetes melitus.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan laboratorium sederhana, didapati limfositofeni, jumlah
netrofil antara 10.000 – 25.000/mm3. eosinofil 50/ mm3 hiperglekemi (Dm
terjadi pada 10 % kasus) dan hipokalemia.
2. Pemeriksaan laboratorik diagnostik.
Pemeriksaan kadar kortisol dan “overnight dexamethasone suppression
test” yaitu memberikan 1 mg dexametason pada jam 11 malam, esok
harinya diperiksa lagi kadar kortisol plasma. Pada keadaan normal kadar
ini menurun. Pemerikaan 17 hidroksi kortikosteroid dalam urin 24 jam
(hasil metabolisme kortisol), 17 ketosteroid dalam urin 24 jam.
3. Tes-tes khusus untuk membedakan hiperplasi-adenoma atau karsinoma :
a. Urinary deksametasone suppression test. Ukur kadar 17 hidroxi
kostikosteroid dalam urin 24 jam, kemudian diberikan
dexametasone 4 X 0,5 mg selama 2 hari, periksa lagi kadar 17
hidroxi kortikosteroid bila tidak ada atau hanya sedikit menurun,
mungkin ada kelainan. Berikan dexametasone 4 x 2 mg selama 2
hari, bila kadar 17 hidroxi kortikosteroid menurun berarti ada
supresi-kelainan adrenal itu berupa hiperplasi, bila tidak ada
supresi kemungkinan adenoma atau karsinoma.
b. Short oral metyrapone test. Metirapone menghambat pembentukan
kortisol sampai pada 17 hidroxikortikosteroid. Pada hiperplasi,
kadar 17 hidroxi kortikosteroid akan naik sampai 2 kali, pada
5
adenoma dan karsinoma tidak terjadi kenaikan kadar 17
hidroxikortikosteroid dalam urine.
c. Pengukuran kadar ACTH plasma.
d. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan kadar
sampai 2 – 3 kali, pada kasinoma tidak ada kenaikan.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam,
bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor
tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat
ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait
pada kelenjar hipofisis.
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi
total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul
kemoterapi pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide o, pooo
yang bisa mensekresikan kortisol (Silvia A. Price ;
Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 )
2.9 Web of Causation Cushing Syndrome
Terlampir.
6
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur,
pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi
pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara
usia 20 dan 30 tahun.
B. Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, pasien mengeluh lemah, terjadi kenaikan berat
badan.
C. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid
dalam jangka waktu yang lama.
D. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom.
E. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan
dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi
nafas tambahan.
2. B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD
meningkat.
3. B3 (Brain)
Composmentis (456), kelabilan alam perasaan depresi sampai
mania
7
4. B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
5. B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung,
terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara
redup.
6. B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot,
ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot,
osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks
tulang.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh.
3. Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan,
pengurusan masa otot.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
6. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung.
7. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi dan
depresi
3.3 Intervensi
1. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan dan menurunnya matriks
tulang.
Tujuan : menurunkan resiko cidera
Kriteria Hasil : Klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang protektif
8
Rasional : Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan
jaringan lunak.
2. Bantu klien ambulasi
Rasional : Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut furniture yang
tajam.
3. Kolaborasi dengan tim gizi dengan pemberian diet tinggi protein,
kalsium, dan vitamin D
Rasional : Meminimalkan penipisan massa otot dan osteoporosis.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya kekebalan tubuh.
Tujuan : menurunkan resiko infeksi
Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami kenaikan suhu tubuh, kemerahan,
nyeri, atau tanda-tanda infeksi dan inflamasi lainnya.
Intervensi :
1. Kaji TTV ( TD, Nadi, suhu tubuh dan tanda gejala infeksi lainnya setiap 4 jam)
Rasional : untuk mengetahui tanda infeksi sedini mungkin
2. Menjelaskan pada pasien penyebab terjadinya infeksi
Rasional : Pasien mengerti dan kooperatif tentang penyebab infeksi
3. Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung
Rasional menghindari atau mengurangi kontak sumber infeksi, untuk
menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi
3. Gangguan intregritas kulit berhubungan dengan kulit tipis daan rapuh.
Tujuan : Menurunkan resiko terjadinya lesi/ penurunan integritas pada
kulit
Kriteria Hasil : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit,
menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.
Rasional : menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan infeksi.
9
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
Rasional : mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat
seluler.
3. Inspeksi area tergantung edema.
Rasional : jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.
4. Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau krim.
Rasional : lotion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.
5. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
Rasional : mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit.
6. Kolaborasi dalam pemberian matras busa.
Rasional : menurunkan tekanan lama pada jaringan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
Tujuan : klien dapat menerima situasi dirinya.
Kriteria hasil:
Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi
negatif tentang perubahan penampilan, dan tingkat aktivitas.
Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan.
Rasional : mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.
2. Diskusikan arti perubahan pada pasien.
Rasional : beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan,
beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan
kehilangan kemampuan control tubuh sendiri.
3. Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara
normal dan bukan sebagai orang cacat.
10
Rasional : menyampaikan harapan bahwa pasien mampu untuk
mangatur situasi dan membantu untuk mempertahankan perasaan
harga diri dan tujuan hidup.
3.4 Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan
dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan kriteria
keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian evaluasi
dapat dilakukan sesuai dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar
catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data subyek, Obyek,
Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi).
11
DAFTAR PUSTAKA
Ben gray. 2010. http://askep-askeb-kita.blogspot.com/. diakses pada tanggal 2
maret 2010 pukul 13.15 WIB
Budiyanto, Carko . 2009 . Cushing Syndrom.
http://medicastore.com/penyakit_kategori/1/index.html. diakses pada
tanggal 9 maret 2010 pukul 16. 30 WIB
De belto, Dasto. 2010. Askep Cushing Sindrom. http
://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/judul-skripsi.html . diakses pada
tanggal 4 maret 2010 pukul 20.30 WIB
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC.
Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th . Jakarta: EGC.
Hadley, Mac E. 2000. Endocrinology. 5th . New Jersey: Prentice Hall, inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Phatoelisme. 2010. Askep Sindrom Cushing. http://baioe.wordpress.com/about.
html. diakses pada tanggal 4 maret pukul 20.30 WIB
Sylvia A. Price. 1994. Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta
: EGC
Susanne C. Smeltzer. 1999 . Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart. Jakarta:
EGC
12

0 komentar:

Posting Komentar