Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Rabu, 18 April 2012

Asuhan Keperawatan Hipospadia

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Hipospadia merupakan kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna terletak di ujung permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal. Dimana kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke bawah. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee, selain disebabkan oleh chordee salah satu ciri khas yang lebih spesifik dari hipospadia yaitu juga adanya hipospadia yang tidak memiliki chordee.

B.    Tujuan
1.     Tujuan Umum
Dalam pembuatan asuhan keperawatan tentang hipospadia ini mempunyai tujuan untuk memberikan pengetahuan tentang apa hipospadia itu sebenarnya
2.     Tujuan Khusus
Dalam asuhan keperawatan hipospadia ini, pembaca agar lebih waspada dengan penyakit kelainan ini dan agar lebih hati-hati lagi



















BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    PENGERTIAN
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis).

B.    ETIOLOGI / PENYEBAB
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi yang prematur dari sel interstisial testis.

C.    TANDA DAN GEJALA
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee, yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glans penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimenter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos. Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee.

D.    PATOFISIOLOGI
Kelainan bawaan
Beberapa kelainan bawaan yang biasanya tidak disertai gejala-gejala klinik dapat berupa genesis, hipoplasi dan beberapa kelainan bentuk dan kelainan ukuran penis.
Kelainan bawaan yang disertai gejala klinik, misal :
Hypospadia dan epispapia
Hypospadia ialah penis dan muara uretra pada bagian ventral penis, epispadia ialah penis dengan muara uretra pada bagian dorsal penis. Kelainan ini biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti penurunan testis yang tidak sempurna. Kelainan kandung kemih dan kadang-kadang kelainan lain yang tidak memungkinkan kehidupan. Walaupun tidak membahayakan jiwa penderita tetapi akibatnya sering cukup berat, misalnya apabila uretra bermuara pada pangkal penis melakukan ejakulasi dan inseminasi tidak sempurna sehingga menyebabkan sterilisasi.







E.    PATHWAY
Lemas / ansietas
 
 

















F.     PENATALAKSANAAN
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :
  1. Operasi penglepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia 1 ½ - 2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari mura uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0,9 % ke dalam korpus kavernosum.
Pada saat yang bersamaan dilakukan operasi tunneling yaitu pembuatan uretra pada gland penis dan muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee dan pembuatan tunneling diambil dari preputium penis bagian dorsal. Oleh karena itu hipospadia merupakan kontraindikasi mutlak untuk sirkumsisi.
  1. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi.
Beberapa tahun terakhir, sudah mulai diterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar. Operasi hipospadia ini sebaiknya sudah selesai dilakukan seluruhnya sebelum si anak masuk sekolah, karena dikhawatirkan akan timbul rasa malu pada anak akibat merasa berbeda dengan teman-temannya.


G.   KOMPLIKASI
Struktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula.




































BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A.    DIAGNOSA
1.     Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat bentuk badan berubah (Carpenito, 2001)
2.     Gangguan identitas diri berhubungan dengan ketidakmampuan atau kehilangan fungsi penis (Carpenito, 2001)
3.     Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan (Tucker, 1999 : 243))

B.    INTERVENSI
1.     Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat bentuk badan berubah (Carpenito, 2001)
Intervensi :
a.      Terapkan BHSP perawat / klien
b.     Tingkatkan interaksi sosial
c.      Cari sumber kekuatan pada individu

2.     Gangguan identitas diri berhubungan dengan ketidakmampuan atau kehilangan fungsi penis (Carpenito, 2001)
Intervensi :
a.      Ijinkan anak untuk membawa pengalamannya sendiri ke dalam situasi
b.     Dorong interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang mendukung

3.     Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan (Tucker, 1999 : 243)
Intervensi :
a.      Kaji ansietas (ringan, sedang, akut)
b.     Beri dukungan emosional
c.      Pertahankan keyakinan lingkungan
d.     Ajarkan teknik relaksasi
e.      Berikan dorongan untuk melakukan periode istirahat
f.      Batasi pengunjung bila perlu






C.    IMPLEMENTASI
1.     Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat bentuk badan berubah (Carpenito, 2001)
Implementasi :
a.      Menerapkan BHSP perawat / klien
b.     Meningkatkan interaksi sosial
c.      Mencari sumber kekuatan pada individu

2.     Gangguan identitas diri berhubungan dengan ketidakmampuan atau kehilangan fungsi penis (Carpenito, 2001)
Implementasi :
a.      Mengijinkan anak untuk membawa pengalamannya sendiri ke dalam situasi
b.     Mendorong interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang mendukung

3.     Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan (Tucker, 1999 : 243)
Implementasi :
a.      Mengkaji ansietas (ringan, sedang, akut)
b.     Memberikan dukungan emosional
c.      Mempertahankan keyakinan lingkungan
d.     Mengajarkan teknik relaksasi
e.      Memberikan dorongan untuk melakukan periode istirahat
f.      Membatasi pengunjung bila perlu

















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. Linda Jual. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Tucker, SM. YZ. 1998. Standar Keperawatan Pasien. Jakarta : EGC.

0 komentar:

Posting Komentar